BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perkembangan didunia perbankan yang
sangat pesat serta tingkat kompleksitas yang tinggi dapat berpengaruh terhadap
performa suatu bank. Kompleksitas usaha perbankan yang tinggi dapat
meningkatkan resiko yang dihadapi oleh bank-bank yang ada di Indonesia.
Prasnanugraha (2007 : 14) menjelaskan bahwa :
“Permasalahan
perbankan di Indonesia antara lain disebabkan depresiasi rupiah, peningkatan
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sehingga menyebabkan meningkatnya
kredit bermasalah. Lemahnya kondisi internal bank seperti manajemen yang kurang
memadai, pemberian kredit kepada kelompok atau group usaha sendiri serta modal
yang tidak dapat mengcover terhadap resiko-resiko yang dihadapi oleh bank
tersebut menyebabkan kinerja bank menurun.”
Hal ini menyebabkan perbankan di
Indonesia dihadapkan pada tingkat persaingan yang semakin ketat. Pelaku bisnis
harus selalu siap menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat agar
dapat bertahan dalam situasi krisis dan memenangkan persaingan dalam era
globalisasi. Dimana krisis keuangan yang melanda Indonesia pada pertengahan
tahun 1997 memberi dampak yang sangat buruk pada sektor perbankan. Febryani dan
Zulfadin dalam www.docstoc.com menyatakan bahwa beberapa indikator kunci
perbankan dalam tahun 1998 berada pada kondisi yang sangat buruk. Kinerja
industri perbankan nasional pada waktu itu jauh lebih buruk dibandingkan
kondisi perbankan di beberapa negara Asia yang juga mengalami krisis ekonomi,
seperti Korea Selatan, Malaysia, Philipina dan Thailand. Terpuruknya sektor
perbankan akibat krisis ekonomi memaksa pemerintah melikuidasi bank-bank yang
dinilai tidak sehat dan tidak layak lagi untuk beroperasi. Hal ini
mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap industri
perbankan.
Berdasarkan kondisi tersebut, selain
adanya dukungan dari pemerintah dan otoritas pengawas sektor perbankan, untuk
menjaga agar bank-bank di Indonesia ini tetap eksis dan beroperasi secara
terus-menerus maka setiap manajemen bank tersebut dituntut lebih aktif dalam
mengendalikan seluruh potensi sumber daya yang dimilikinya. Salah satu caranya
yaitu kinerja perbankan harus ditingkatkan karena kinerja merupakan salah satu
faktor penting yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi
dalam rangka mencapai tujuannya. Kinerja perbankan adalah hasil yang dicapai
suatu bank dalam mengelola sumber daya yang ada secara efektif dan efisien guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan manajemen (Farid dan Siswanto, 1998).
Penilaian Kinerja dimaksudkan untuk menilai keberhasilan suatu organisasi.
Penurunan kinerja secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya financial distress yaitu keadaan yang
sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan. Financial Distress pada bank apabila
tidak segera diselesaikan akan berdampak besar pada bank tersebut yaitu
hilangnya kepercayaan dari nasabah. Oleh karena itu, penilaian kinerja sangat
diperlukan.
Selain itu dapat dilakukan melalui
pengelolaan sistem keuangan. Hal ini dilakukan karena keuangan merupakan faktor
penunjang dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Dalam hal ini,
laporan keuangan merupakan salah satu instrumen yang tepat untuk dipelajari
dalam mengevaluasi dan mengukur kinerja keuangan perusahaan karena di dalamnya
terdapat informasi yang penting meliputi informasi keuangan tentang hasil usaha
maupun posisi finansial dari perusahaan bank tersebut. Laporan keuangan juga
berisikan informasi keuangan yang mencerminkan kesehatan dan kemampuan
perusahaan yang bersangkutan. (Setiawan, 2009 : 4).
Laporan keuangan pada dasarnya adalah
hasil akhir dari proses akuntansi pada suatu periode tertentu yang merupakan
hasil pengumpulan data keuangan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan
ataupun ikhtisar lainnya yang dapat digunakan sebagai alat bantu bagi para
pemakai di dalam menilai kinerja perusahaan sehingga dapat mengambil keputusan
yang tepat. Salah satu alasan dilakukannya analisis terhadap kinerja keuangan
adalah menilai kinerja perusahaan. Dimana penilaian kinerja dilakukan untuk
mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja suatu perusahaan dapat dilakukan
dengan menganalisis dua aspek, yakni kinerja financial dan kinerja non-financial.
Kinerja financial dapat dilihat melalui data-data laporan keuangan,
sedangkan kinerja non-financial dapat dilihat melalui aspek-aspek non-financial,
diantaranya aspek pemasaran, aspek teknologi maupun aspek manajemennya. (Aulia,
2007 : 2).
Banyak pihak yang berkepentingan dengan
penilaian kinerja pada sebuah perusahaan perbankan, diantaranya bagi para
manajer, investor atau calon investor, pemerintah, masyarakat bisnis maupun
lembaga-lembaga lain yang terkait. Dengan kinerja perbankan yang baik akan menarik
minat investor untuk melakukan investasi pada sektor perbankan. Karena investor
melihat semakin sehat suatu bank maka manajemen bank tersebut bagus, serta
diharapkan bisa memberikan return yang memadai. Hal ini penting bagi
investor sebelum melakukan investasi, karena bagaimanapun juga, investor akan
berusaha untuk mencari return yang tinggi (Dedy, 2003:3).
Pemerintah sangat berkepentingan
terhadap penilaian kinerja suatu lembaga keuangan, sebab mempunyai fungsi yang
strategis dalam rangka memajukan dan meningkatkan perekonomian negara.
Sedangkan masyarakat sangat menginginkan agar badan usaha pada sektor lembaga
keuangan ini sehat dan maju sehingga dapat dicapai efisiensi dana, berupa biaya
yang murah dan efisien (Ardana, 2003:3-4).
Di antara berbagai bank yang ada saat
ini berada di Provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya dan di Kota Kendari pada
khususnya, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara merupakan salah satu
bank yang memegang peranan penting terhadap pengembangan perekonomian daerah. Keistimewaan
yang utama adalah BPD Sultra merupakan pemegang kas daerah dan menjadi salah
satu sumber pendapatan asli daerah melalui berbagai produk perbankan yang
dikeluarkannya. Karena adanya fungsi yang khusus dijalankan oleh BPD Sultra
itu, maka kinerja manajemen tidak hanya akan menjadi perhatian masyarakat saja,
namun juga oleh pemerintah provinsi dan daerah yang menanamkan modal daerahnya
di bank ini. Kinerja manajemen yang diharapkan akan terlihat pada kemampuan BPD
Sultra dalam menghimpun dan mengelola dana masyarakat untuk kemudian memberikan
nilai tambah bagi daerah.
Untuk memperoleh gambaran singkat
mengenai keadaan keuangan pada Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara dalam
kurun waktu lima tahun terakhir yakni
tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel
1.1 Rincian Keadaan Keuangan
Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara
Tahun
2006-2010
(Dalam
jutaan rupiah)
Keterangan
|
Tahun
|
||||
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
|
Pendapatan
|
137.260
|
168.015
|
196.427
|
253.077
|
319.870
|
Biaya Operasional
|
72.699
|
80.811
|
101.586
|
138.416
|
207.329
|
Laba
|
43.992
|
60.703
|
61.841
|
55.468
|
81.500
|
Total Asset
|
1.154.190
|
1.102.838
|
1.144.964
|
1.558.990
|
1.669.787
|
Hutang
|
1.021.652
|
890.282
|
905.998
|
1.280.707
|
1.356.703
|
Modal
|
132.437
|
212.556
|
238.966
|
278.283
|
313.083
|
Sumber: Laporan
Keuangan BPD Sultra Tahun 2006-2010
Berdasarkan tabel 1.1 di atas terlihat
bahwa keadaan keuangan BPD Sulawesi Tenggara mengalami fluktuasi dimana pendapatan
Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara untuk tahun 2007 mengalami
peningkatan sebesar sebesar
Rp22.755 juta atau 16,58% yaitu dari Rp137.260 juta tahun 2006 menjadi
Rp168.015 juta pada tahun 2007. Pendapatan BPD Sultra tahun 2008 meningkat sebesar
Rp. 28.413 juta atau 16,91% yaitu dari Rp. 168.015 juta tahun 2007 menjadi
Rp.196.427 juta pada tahun 2008. Pendapatan BPD Sultra tahun 2009 mengalami
peningkatan sebesar Rp. 56.651 juta atau 28,84% yaitu dari Rp.196.427 juta
tahun 2008 menjadi Rp.253.077 juta tahun 2009. Pendapatan BPD Sultra tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar Rp.
Rp.66.790 juta atau 26,39% yaitu dari Rp.253.077 juta tahun 2009 menjadi
Rp.319.870 juta tahun 2010.
Biaya operasional BPD Sulawesi Tenggara tahun 2007, telah dikeluarkan biaya
sebesar Rp.80.811 juta, naik sebesar Rp.8.112 juta atau sebesar 11,16% dari
realisasi biaya tahun 2006 sebesar Rp.72.699 juta.
Pada tahun 2008, telah dikeluarkan biaya sebesar Rp. 101.980 juta, dimana biaya
ini naik sebesar Rp. 52.797 juta atau sebesar 65,33 % dari realisasi biaya
tahun 2007 sebesar Rp.80.811 juta. Biaya Operasional pada tahun 2009 sebesar
Rp.138.416 juta atau naik sebesar Rp.36.830 juta dari tahun 2008 yaitu sebesar
Rp.101.586 juta. Tahun 2010 kembali mengalami peningkatan sebesar Rp.68.913
juta yaitu dari Rp.138.416 juta menjadi Rp.207.329 juta pada tahun 2010.
Perolehan
laba bersih BPD Sulawesi Tenggara tahun 2007 sebesar Rp.60.704 juta atau
meningkat sebesar 37,99% dibandingkan tahun 2006 sebesar Rp43.992 juta. Pada
tahun 2008 Laba BPD Sultra Rp.61.841 juta meningkat sebesar Rp.1.1376 juta atau
1,01% dibandingkan perolehan laba bersih pada tahun 2007 sebesar Rp.60.704
juta. Perolehan laba bersih tahun 2009 sebesar
Rp.55.468 juta atau menurun sebesar Rp.6.373 juta atau 11,49% dibandingkan
tahun 2008 sebesar Rp.61.841 juta. Tahun 2010 laba bersih BPD Sulawesi Tenggara
meningkat sebesar Rp.26.033 juta atau 46,93% yaitu dari Rp.55.468 juta tahun 2009
menjadi Rp.81.500 juta untuk tahun 2010.
Perkembangan
total asset BPD Sulawesi Tenggara tahun 2007 sebesar Rp1.102.839 juta atau
mengalami peningkatan sebesar Rp.48.251 juta dari tahun 2006 sebesar
Rp1.154.090 juta. Pada tahun 2008 total asset BPD
Sultra mengalami peningkatan sebesar Rp. 42.125 juta yaitu dari Rp.1.102.839
juta tahun 2007 menjadi Rp.1.144.964 juta tahun 2008. Sedangkan untuk tahun
2009 mengalami peningkatan sebesar Rp.414.027 juta atau 36,16% yaitu dari
Rp.1.144.964 juta tahun 2008 menjadi Rp.1.558.991 juta tahun 2009. Total Asset BPD
Sultra tahun 2010 meningkat sebesar Rp.110.796 juta atau 7,11% dari posisi
sebesar Rp.1.558.991 juta tahun 2009 menjadi Rp.1.669.787 juta tahun 2010.
Total
Hutang Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara mengalami fluktuasi. Pada
tahun 2007, hutang BPD Sultra menurun sebesar Rp.131.370 juta, dimana pada
tahun 2006 total hutang BPD Sultra mencapai Rp.1.021.652 juta menjadi
Rp.890.282 juta. Pada tahun 2008 total hutang BPD Sultra meningkat sebesar Rp.15.715
juta dari Rp.890.282 juta ditahun 2007 menjadi Rp.905.998 juta pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 hutang BPD Sultra sebesar Rp.1.280.707 juta dan padda tahun
2010 total hutang BPD Sultra mencapai Rp.1.356.703 juta.
Modal
Dasar Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara sesuai Perda No. 10 tahun 2004
tanggal 21 September 2004 berjumlah Rp150.000.000.000 (Seratus lima puluh
miliar rupiah). Pada tahun 2006 total ekuitas BPD Sultra sebesar Rp.132.437
juta. Sedangkan pada tahun 2007 total ekuitas BPD Sultra telah mencapai sebesar
Rp.212.556 juta dalam hali ini modal tersebut meningkat sebesar Rp.80.119 juta
atau 60,49%. Pada tahun 2008 total ekuitas BPD Sultra mencapai Rp.238.966 juta
atau mengalami peningkatan sebesar Rp.26.409 juta atau 12,42%. Pada tahun 2009
total ekuitas BPD Sultra telah mencapai Rp.278.283 juta. Pada tahun 2010 total
ekuitas BPD Sultra meningkat sebesar Rp. 34.799 juta dari Rp.278.283 juta
ditahun 2009 menjadi Rp.313.083 juta.
Berdasarkan informasi dan uraian
mengenai keadaan keuangan BPD Sulawesi Tenggara, dapat terlihat bahwa rekening-rekening
data keuangan tersebut mengalami fluktuasi. Dimana rekening-rekening data
keuangan tersebut merupakan suatu indikator laporan keuangan, namun untuk
mengukur kinerja keuangan perbankan dilakukan dengan cara menghitung rekening-rekening
keuangan tersebut menggunakan rasio-rasio keuangan. Untuk mengetahui apakah
peningkatan dan penurunan yang terjadi pada data rekening-rekening keuangan
tersebut berpengaruh terhadap kinerja keuangan BPD Sulawesi Tenggara, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan Pada
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara Periode 2006-2010.”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kinerja keuangan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara yang diukur berdasarkan Aspek Permodalan
(CAR), Aspek Kualitas Aktiva (KAP), Aspek
Rentabilitas (ROA, NIM, BOPO), dan Aspek
Likuiditas (LDR) Periode 2006-2010?”
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kinerja keuangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara
yang diukur berdasarkan Aspek Permodalan (CAR),
Aspek Kualitas Aktiva (KAP), Aspek Rentabilitas (ROA, NIM, BOPO), dan Aspek Likuiditas (LDR) Periode 2006-2010.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini merupakan aplikasi teori
yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan dan agar dapat memenuhi tugas akhir
dalam menempuh program studi S1 Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas
Haluoleo.
b. Meningkatkan pengetahuan dalam
menganalisis kinerja keuangan suatu Bank sehingga diketahui faktor-faktor yang
menyebabkan suatu bank dapat dikatakan sehat.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi kontribusi yang baik bagi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi
Tenggara dalam proses menilai kinerja perusahaan pada aspek keuangan.
d. Sebagai bahan referensi dan perbandingan
bagi peneliti selanjutnya yang terkait dengan judul ini.
1.5 Ruang
Lingkup
Agar
penelitian ini dapat terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada,
maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada Analisis kinerja keuangan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Sulawesi Tenggara yang diukur berdasarkan Aspek
Permodalan (CAR), Aspek Kualitas
Aktiva (KAP), Aspek Rentabilitas (ROA,
NIM, BOPO), dan Aspek Likuiditas (LDR)
Periode 2006-2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar