Tugas Mid
SEMINAR KASUS AUDIT
“DILEMA ETIKA DALAM PROFESI AUDIT”
JUDUL:
“DILEMA INTENSITAS MORAL DAN PENILAIAN
ETIS DALAM PROFESI AUDIT”
OLEH:
M A R I A N I
B1C1 09 126
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penulisan
Perkembangan akuntansi saat ini semakin pesat,
hal ini ditandai dengan adanya
program Mutual Recognition Arrangement
(MRA) diantara Negara ASEAN Federation of Accountant (AFA), dan IAI menjadi leader dari AFA
operational plan. Adapun tujuan dari program tersebut adalah :
1.
Tercipta pemahaman sesama anggota AFA tentang akuntansi pemerintahan di
masing-masing negara.
2.
Tersusunnya kajian-kajian tentang pengembangan akuntansi pemerintahan di
masing-masing negara dikaitkan harmonisasinya dengan Internasional Public
Sector Accounting Standard (IPSAS).
3.
Pemahaman atas informasi pelaporan keuangan di masing-masing negara sebagai
salah satu instrumen penerapan prinsip-prinsip good governance.
4.
Menjadikan laporan keuangan pemerintahan di negara-negara anggota AFA sebagai
dasar pengambilan keputusan para stakeholders dan penilaian transparansi dan
akuntabilitas. Dalam Hairul Hidayat (2010:1).
Agustian Dionisius Amat (2009) dalam Yeni
Indra Mayeni (2011:1) menyatakan bahwa akuntan merupakan profesi yang dalam
pelaksanaannya selalu didasarkan pada prinsip-prinsip etika. Sejalan dengan
tuntutan perkembangan lingkungan bisnis berbagai perbaikan dan penyempurnaan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
maupun kode etik akuntan Indonesia terus dilakukan.
Kemajuan ilmu akuntansi tersebut tidak diikuti
dengan implementasi para akuntan dalam kehidupan profesinya hal ini dikuatkan
dengan semakin banyak kejahatan akuntansi korporat yang mengakibatkan
kepercayaan para pemakai laporan tersebut menurun. Akibat kejahatan tersebut,
para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mulai
mempertanyakan kembali eksistensi akuntan publik sebagai pihak indepeden yang
menilai kewajaran laporan keuangan. Beberapa kasus manipulasi yang merugikan
pemakai laporan keuangan melibatkan akuntan publik yang seharusnya menjadi
pihak independen.
Contoh kasus manipulasi pada laporan keuangan
yaitu salah satunya adalah kasus Enron Corp. Laporan keuangan Enron sebelumnya
dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh kantor akuntan Arthur Anderson, yang
merupakan salah satu KAP yang termasuk dalam jajaran The Big Five,
secara mengejutkan dinyatakan pailit pada Desember 2001. Sebagian pihak
menyatakan kepailitan tersebut salah satunya karena Arthur Anderson memberikan
dua jasa sekaligus, yaitu sebagai auditor dan konsultan bisnis. Auditor KAP
Arthur Anderson telah melanggar etika profesinya (http://atchokers.blogspot.com/2012/11/kasus-enron.html).
Pemahaman kode etik akan mengarah pada adanya
perubahan positif terhadap pola pikir, sikap, prilaku para auditor agar
martabat pemeriksaan di masyarakat mendapat tempat yang terhormat dan mampu
memberikan laporan hasil pemeriksaan yang diharapkan.
Berdasarkan pemaparan kasus di
atas yang berdampak terhadap timbulnya pelanggaran etika audit, maka dilakukan penulisan dengan tema Dilema Etika Dalam Profesi Audit, yang berguna untuk meminimalisir manipulasi laporan keuangan
auditan yaitu dengan judul Dilema Intensitas Moral Dan Penilaian Etis Dalam Profesi Audit.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana Dilema Intensitas Moral dan Penilaian Etis Dalam Profesi Audit.
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui Dilema Intensitas Moral Dan Penilaian Etis Dalam Profesi Audit.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari adanya penulisan ini, adalah sebagai tambahan informasi, referensi, pembanding dan menjadi wacana baru yang dapat menambah
wawasan pembaca mengenai etika audit. sehingga pengembangan ilmu dapat
bermanfaat bagi pihak lain yang membutuhkannya dan sebagai sumbangan pemikiran
bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Etika
Pengertian Etika menurut Firdaus
(2005:37) dalam Ridha Abdiyana (2012:35)
adalah perangkat prinsip moral atau nilai.
Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan
secara eksplisit.
Etika
secara umum dapat didefinisikan sebagai satu set prinsip moral atau nilai
(Arens dan Loebbecke,1996). Sedangkan menurut Keraf (1998:14), etika secara
harfiah berasal dari kata Yunani “ethos” (jamaknya: ta etha), yang artinya sama persis dengan
moralitas, yaitu adat kebiasaan yang baik.
2.2
Dilema Etika
Setiap
profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi
yang dihadapi oleh seseorang dimana ia merasa bingung untuk mengambil suatu
keputusan tentang perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Banyak alternatif
untuk menyelesaikan dilema-dilema etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian
khusus dari tiap individu untuk menghindari rasionalisasi tindakan-tindakan
yang kurang atau bahkan tidak etis (http://divlaa.multiply.com/journal/item/21/Auditing-etika-profesi)
2.3
Definisi Auditing
Menurut Committee of Auditing Concepts (2005) dalam
Ruslan Ashrai (2011:11), pengertian Auditing adalah suatu proses sistemik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti – bukti secara objektif mengenai suatu
pernyataan tentang kegiatan atau kejadian ekonomis untuk menentukan tingkat
kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan,
serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan.
Pengertian audit menurut Mulyadi (2002 : 9) adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan
dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Sukrisno Agoes
(2004:3), pengertian auditing adalah : “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara
kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan
yang disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengeenai kewajaran
laporan keuangan tersebut .”
2.4
Etika Dalam Profesi Audit
Etika dalam profesi Audit adalah
suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
tentang informasi yang dapat diukur mengenai
suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang
dimaksud dengan kriteria - kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang
yang kompeten dan independen (http://xsaelicia.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-auditing.html).
2.5
Intesitas Moral
Intensitas moral adalah sebuah konstruk yang meliputi karakteristik -
karakteristik yang merupakan perluasan dari isu-isu yang terkait dengan
imperatif moral dalam sebuah situasi atau dengan kata lain intensitas moral
merupakan penggambaran tingkat isu moral dalam suatu situasi, (Jones 2001,
dalam Shafer, Morris dan Ketchand (2001) dikutip dari Hairul Hidayat (2010:11). Intensitas moral bersifat multidimensi, dan
komponen-komponen bagiannya merupakan karakteristik dari isu-isu moral.
2.6
Dilema Intensitas Moral
Menurut
Jones (dalam Shafer, Morris dan Ketchand (2001) dikutip oleh Hairul Hidayat (2010:13) dilema intensitas moral didefisinikan sebagai
tingkat dorongan sesorang untuk memenuhi standar moral saat berhadapan dengan
suatu situasi tertentu. Dengan kata lain dilema intensitas moral mengacu pada
upaya seseorang untuk berperilaku etis.
Selanjutnya,
Jones menambahkan bahwa dilema intensitas moral mempengaruhi seluruh komponen
pengambilan keputusan etis. Komponen pengambilan keputusan tersebut berawal
dari pengakuan isu moral dan selanjutnya mengarah secara berturut-turut pada
penilaian moral, penetapan niat berperilaku sesuai moral dan terakhir niat
tersebut mengarah pada perilaku yang bermoral (Hairul Hidayat, 2010:13).
2.7
Penilaian Etis
Penilaian
etis (ethical judgement) didefinisikan sebagai keyakinan seseorang atas etis-tidaknya
suatu alternatif (Vitell dkk, 2001) dalam Hairul Hidayat (2010:14). Alternatif
yang dimaksud pada definisi ini mengacu pada alternatif keputusan yang akan diambil. Sementara itu,
berkaitan dengan bias penilaian etis, tidak ada perbedaan keakuratan penilaian
etis antara individu dengan kinerja etika tinggi dengan individu yang
berkinerja rendah.
Sebagian
masyarakat mendifinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda
dengan tindakan yang mereka percayai yang merupakan tindakan tepat dilakukan
dalam suatu tertentu. Terdapat dua alasan utama mengapa seseorang bertindak
tidak etis yaitu: standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang
berlaku di masyarakat, masyarakat dan sifat egois yang tidak bisa dikendalikan.
2.8
Profesi Audit
Menurut
pendekatan fungsionalis, profesionalisme dikaitkan dengan pandangan bahwa
pekerjaan menunjukkan sejumlah karakteristik yang diperlukan profesi (Kalbers
dan Fogarty, 1995) dalam Harlynda Anindhya Putri (2011).
Merujuk
pada klasifikasi profesi secara umum, maka salah satu ciri yang membedakan
profesi-profesi yang ada adalah etika profesi yang dijadikan sebagai standar
pekerjaan bagi para anggotanya. Etika profesi diperlukan oleh setiap profesi,
khususnya bagi profesi yang membutuhkan kepercayaan dari masyarakat,
seperti profesi auditor. Masyarakat akan
menghargai profesi yang menerapkan standar mutu yang tinggi dalam pelaksanaan
pekerjaannya (Dodik Ariyanto dan Ardani Mutia Jati, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Dilema Intensitas Moral Dalam Profesi Audit
Sebagian mana yang telah
diuraikan sebelumnya dalam kajian teori bahwa Intensitas moral adalah sebuah
konstruk yang meliputi karakteristik -
karakteristik yang
merupakan perluasan dari isu-isu yang terkait dengan imperatif moral dalam
sebuah situasi atau dengan kata lain intensitas moral merupakan penggambaran
tingkat isu moral dalam suatu situasi. Intensitas moral bersifat multidimensi,
dan komponen-komponen bagiannya merupakan karakteristik dari isu-isu moral.
Ada enam komponen
Intensitas Moral yang meliputi: besaran konsekuensi (the magnitude of
consequences), probabilitas efek (probability of effect), konsensus sosial
(social consensus), kesegeraan temporal (temporal immediacy), kedekatan
(proximity), dan konsentrasi efek (concentration of effect).
Masing-masing dari ke enam
komponen tersebut akan dijelaskan berikut ini:
1.
Magnitute of consequences mengacu pada sejumlah gangguan atau keuntungan
yang dihasilkan dari suatu situasi yang telah ada. Sebagai contoh, dalam kasus
tekanan klien terhadap auditor agar mau menerima dan tidak meragukan laporan
keuangan klien yang agresif, besarnya konsekuensi dapat disetarakan dengan
kerugiaan potensial bagi pengguna laporan keuangan. Secara umum, besarnya
konsekuensi (magnitude of consequences) dalam auditing berkorelasi positif
dengan jumlah satuan moneter salah saji laporan keuanngan.
2.
Probability to effect mengacu pada kemungkinan konsekuensi secara aktual
terjadi. Dalam konteks jugement bawahaan, probabilitas pengaruh ini dipandang
sebagai probabilitas bersama para user yang mendasarkan pada laporan keuangan, dan kerugian yang
terjadi sebagai hasil dari kepercayaanyang mendasari tersebut.
3.
Temporal immerdiacy suatu tindakan moral mengacu pada lamanya waktu antara
tindakan dan konsekuensi yang muncul. Orang tidak mempertimbangkan pengaruh
konsekuensi masa depan, jadi dalam besarnya konsekuensi yang ada, kejadian yang
akan terjadi dalam masa mendatang secara moral intensitasnya lebih kecil
dibanding dengan kejadian yang datang dengan tiba-tiba.
4.
Social consencus mengacu pada luasnya persetujuan sosial bahwa suatu tindakan dikatakan etis atau tidak etis.
Konsensus yang lebih luas mengacu pada besarnya intensitas moral. Misalnya,
dalam suatu situasi yang melibatkan pelanggaran standar profesional seharusnya
mempunyai intensitas moral lebih besar dibandingkan dengan suatu situasi yang
ada pada “area abu-abu/grey area”
5.
Proximity mengacu pada kedekatan agen moral dengan para korban atau ahli
waris dalam suatu tindakan tersebut. Saling hubungan yang kuat dengan tindakan
moral untuk para korban atau ahli waris membuat agen moral merasa menjadi
bagian dari mereka.
6.
Concentretion of effect merupakan fungsi terbalik dari jumlah orang yang
dipengaruhi oleh besarnya konsekuensi dari tindakan moral. Semakin besar
pengaruh konsentrasi mendorong intensitas moral yang lebih besar. Contoh, jika
pengaruh salah saji laporan keuangan dikonsentrasikan pada investor tunggal,
intensitas moral pelaporan yang agresif seharusnya lebih besar.
Sebelumnya juga telah
dijelaskan tentang dilema intensitas moral yang didefisinikan sebagai tingkat dorongan
sesorang untuk memenuhi standar moral saat berhadapan dengan suatu situasi
tertentu. Dengan kata lain dilema intensitas moral mengacu pada upaya seseorang
untuk berperilaku etis. Selanjutnya, juga
dikatakan bahwa dilema intensitas moral mempengaruhi seluruh komponen
pengambilan keputusan etis. Komponen pengambilan keputusan tersebut berawal
dari pengakuan isu moral dan selanjutnya mengarah secara berturut-turut pada
penilaian moral, penetapan niat berperilaku sesuai moral dan terakhir niat
tersebut mengarah pada perilaku yang bermoral.
3.2
Penilaian Etis Dalam Profesi Audit
Sebelumnya juga telah
dijelaskan dalam kajian teori tentang penilaian etis (ethical judgement) yang didefinisikan
sebagai keyakinan seseorang atas etis-tidaknya suatu alternatif. Alternatif
yang dimaksud pada definisi tersebut adalah mengacu pada alternatif keputusan yang akan diambil. Sementara itu,
berkaitan dengan bias penilaian etis, tidak ada perbedaan keakuratan penilaian
etis antara individu dengan kinerja etika tinggi dengan individu yang
berkinerja rendah.
Sebagian masyarakat
mendifinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan
tindakan yang mereka percayai yang merupakan tindakan tepat dilakukan dalam
suatu keadaan tertentu. Terdapat dua alasan utama mengapa seseorang bertindak
tidak etis yaitu: standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang
berlaku di masyarakat masyarakat dan sifat egois yang tidak bisa
dikendalikan.
Dapat disimpulkan bahwa
level-level kognitif etika mempunyai hubungan dengan tingkat independensi.
Pernyataan ini menyimpulkan bahwa masing-masing tipe situasi akan memberikan
kontribusi terhadap berbagai sensitivitas etika, dan dilema profesional
tersebut selalu merupakan sebuah kombinasi tehnikal dan isu moral. Suatu hasil
penelitian menyatakan bahwa level pertimbangan etis yang lebih tinggi akan
meningkatkan sensitifitas seorang individu untuk lebih mengkritisi kejadian,
masalah dan konflik. Auditor dengan kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan
lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema etis, dan lebih independen dalam
membuat keputusan yang terkait dengan dilema etis. Penulis menginvestigasi bahwa
pertimbangan etis berdampak pada indenpendensi auditor. Karena hal tersebut
didasarkan pada sebuah penelitian yang menyatakan bahwa tingginya level
pertimbangan etis, akan berdampak terhadap independensi auditor.
3.3
Etika Dalam Profesi Audit
Dalam setiap profesi pasti
ada kode etik yang wajib dipatuhi. Peraturan etika dalam melakukan audit atau
orang yang bekerja sebagai auditor disebut kode etik profesi. Etika profesi
merupakan etika khusus yang menyangkut dimensi sosial. Etika profesi khusus
berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan, yang mana dalam penulisan ini
adalah akuntan. Negara kita mempunyai badan yang mengatur kode etik yaitu
Ikatan Akuntansi Indonesia atau biasa disebut kode etik IAI, dengan tujuan
sebagai panduan dan peraturan bagi seluruh anggota, baik berpraktik sebagai
akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab
profesionalnya. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya
dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi,
dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi :
1.
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu dengan jelas dapat diidentifikasikan
oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
3.
Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan dengan standar kinerja yang tertinggi.
4.
Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia Indonesia terdiri dari
tiga bagian yaitu:
1.
Prinsip Etika,
Memberikan kerangka
dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksaaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota.
2.
Aturan Etika,
Disahkan oleh rapat
anggota himpunan dan hanya mengikat anggota himpuan yang bersangkutan.
3.
Interpretasi Aturan Etika
Merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpuan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai penduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya.
Adapun prinsip etika
profesi IAI dibagi menjadi delapan bagian yaitu sebagai beriukut:
1.
Tanggung jawab profesi
Dalam melaksakan tanggung-jawabnya sebagai
profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.
Kepentingan publik
Setiap anggota mempunyai kewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.
Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan keprcayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu elemen karakter yang
mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang
melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota
dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
4.
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya
dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektifitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang
diberikan anggota.
5.
Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa. Kehati-hatian profesional mengharuskan
anggota untuk memenuhi tanggung-jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.
6.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.
Perilaku profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendeskriditkan profesi.
8.
Standar teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksankan penugasan dari penerimaan jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
3.4
Dilema Etika Dalam Profesi Audit
Dilema etika merupakan situasi yang
dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku
yang patut. Setiap
profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika merupakan situasi
yang dihadapi oleh seseorang dimana ia merasa bingung untuk mengambil suatu
keputusan tentang perilaku apa yang seharusnya dilakukan. Banyak alternatif
untuk menyelesaikan dilema-dilema etika, hanya saja diperlukan suatu perhatian
khusus dari tiap individu untuk menghindari rasionalisasi tindakan-tindakan
yang kurang atau bahkan tidak etis.
Banyak pihak yang berkepentingan di dalam sebuah
organisasi bisnis. Investor yang menanamkan dananya ke dalam perusahaan atau
kreditur yang meminjamkan dananya, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan perusahaan tidak terbatas kepada manajemen saja,
tetapi meluas kepada investor dan kreditor serta calon investor dan calon
kreditur. Para pihak tersebut memerlukan informasi mengenai perusahaan, sehingga
seringkali ada dua pihak yang berlawanan dalam situasi ini. Di satu pihak,
manajemen perusahaan ingin menyampaikan informasi mengenai pertanggunjawaban
pengelolaan dana yang berasal dari pihak luar, di lain pihak, pihak eksternal
ingin memperoleh informasi yang andal dari manajemen perusahaan. Profesi
akuntan timbul untuk memberikan informasi yang terpercaya bagi kedua belah
pihak dalam situasi seperti ini.
Kode etik yang digunakan oleh para profesional
beranjak dari bentuk pertanggunjawaban profesi kepada masyarakat. Akuntan
sebagai sebuah profesi juga tidak terlepas dari pertanggungjawaban kepada
masyarakat. Akuntan di dalam aktivitas auditnya banyak hal yang harus
dipertimbangkan, karena dalam diri auditor mewakili banyak kepentingan yang
melekat dalam proses audit (built-in conflict of interest). Seringkali dalam pelaksanaan aktivitas
auditing, seorang auditor berada dalam konflik audit. Konflik dalam sebuah
audit akan berkembang pada saat auditor mengungkapkan informasi tetapi
informasi tersebut oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum.
Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika
auditor diharuskan membuat keputusan yang menyangkut independensi dan
integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi di sisi lainnya.
Karena auditor seharusnya secara sosial juga bertanggung jawab kepada
masyarakat dan profesinya dari pada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan
pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sehingga seringkali auditor
dihadapkan kepada masalah dilema etika dalam pengambilan keputusannya.
Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik
audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan keputusan yang terkait
dengan keputusannya yang etis atau tidak etis. Situasi tersebut terbentuk
karena dalam konflik audit ada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
keputusan auditor sehingga auditor di hadapkan kepada pilihan keputusan etis
dan tidak etis.
Etika dalam
auditing adalah suatu prinsip untuk melakukan proses pengumpulan dan
pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu
entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang
dimaksud dengan kriteria-kriteria yang dimaksud yang dilakukan oleh seorang
yang kompeten dan independen.
Profesi akuntan
memegang peranan yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan
dalam hal tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
Publik merupakan kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota
secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku
akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat
dan negara.
Terdapat
beberapa contoh dilema etika dalam Profesi Audit:
1.
Bernegosiasi
dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru jika perusahaannya tidak
memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian, jelas merupakan contoh dilema
etika karena pendapat seperti ini belum memuaskan.
2.
Memutuskan
apakah akan menegur supervisor yang telah lebih saji dalam material nilai
pendapatan departemen untuk mendapatkan bonus yang lebih besar merupakan dilema
etika yang sulit.
3.
Melanjutkan
bergabung di perusahaan dan memperlakukan pegawai dan pelanggan secara tidak
jujur merupakan dilema moral.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan
kerangka formal untuk membantu orang dalam memecahkan dilema etika. Tujuan
kerangka ini adalah menentuan masalah-masalah etika dan menetapkan tindakan
yang tepat dengan menggunakan norma orang yang bersangkutan. Pendekatan enam
langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema
etika:
1.
Mendapatkan
fakta-fakta yang relevan
2.
Mengidentifikasi
isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
3.
Menentukan
dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema
4.
Mengidentifikasi
alternatif yang tersedia bagi orang yang harus memecahkan dilema
5.
Mengidentifikasi
konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
6.
Memutuskan
tindakan yang tepat
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Dilema
intensitas moral didefisinikan sebagai tingkat dorongan sesorang untuk memenuhi
standar moral saat berhadapan dengan suatu situasi tertentu. Ada enam komponen Intensitas Moral dalam
profesi audit yang meliputi: besaran konsekuensi (the magnitude of consequences),
probabilitas efek (probability of effect), konsensus sosial (social consensus),
kesegeraan temporal (temporal immediacy), kedekatan (proximity), dan
konsentrasi efek (concentration of effect).
Penilaian etis (ethical
judgement) didefinisikan sebagai keyakinan seseorang atas etis-tidaknya suatu
alternatif. Auditor dengan kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan lebih baik
dalam menghadapi konflik dan dilema etis, dan lebih independen dalam membuat
keputusan yang terkait dengan dilema etis, diinvestigasikan bahwa pertimbangan
etis berdampak pada indenpendensi auditor.
Dalam setiap profesi pasti
ada kode etik yang wajib dipatuhi. Peraturan etika dalam melakukan audit atau
orang yang bekerja sebagai auditor disebut kode etik profesi (kode etik IAI).
Kode Etik IAI terdiri dari tiga bagian
yaitu: Prinsip Etika, Aturan Etika, dan
Interpretasi Aturan Etika. Adapun prinsip etika profesi IAI dibagi menjadi
delapan bagian yaitu: Tanggung jawab
profesi, Kepentingan publik, Integritas, Obyektivitas, Kompetensi dan
kehati-hatian profesional, Kerahasiaan, Perilaku profesional, dan Standar
teknis.
Dilema etika merupakan situasi yang
dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku
yang patut. Setiap
profesi pasti pernah mengalami dilema etika. Dilema etika dalam profesi audit muncul sebagai
konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan
keputusan yang terkait dengan keputusannya yang etis atau tidak etis. Situasi
tersebut terbentuk karena dalam konflik audit ada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor di hadapkan kepada
pilihan keputusan etis dan tidak etis.
4.2
Saran-saran
Dengan mendalami teori
tentang dilema etika dalam profesi audit yang telah dibahas dalam tulisan ini,
maka adapun saran-saran yang diajukan oleh penulis
antara lain sebagai berikut :
1.
Kepada mahasiswa khususnya yaitu agar menanamkan sikap etika sejak dini di
dalam dirinya, agar terbiasa dengan etika yang telah melekat di dalam dirinya
untuk tetap profesional dalam bidang apapun yang akan ditekuninya kedepan.
2.
Kepada pembaca secara umum, yaitu untuk dapat memahami kode etik profesi
masing-masing dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya kepada semua pihak
yang berkepentingan agar tetap profesional.
DAFTAR REFERENSI
Abdiyana, Ridha. (2012). Pengaruh Keahlian, Independensi, dan Kepatuhan Kode Etik Terhadap Kualitas Auditor Dalam Kaitannya
Dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Pada Inspektorat Daerah Kabupaten Konawe. Skripsi. Kendari.
Agoes, Sukrisno. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor
Akuntan Publik) Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Anindhya Putri, Harlynda.
(2011). Pengaruh Aturan Etika Dan Independensi Terhadap Kepuasan Kerja Internal
Auditor, Dengan Profesionalisme Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris
Pada Internal Auditor Bpkp Semarang). Skripsi. Semarang
Arens, Alvin A. and J.K. Loebecke.
(1996). Auditing. Pendekatan Terpadu.
Adaptasi oleh Amir Abadi Yusuf. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Ariyanto, Dodik dan Ardani Mutia Jati. (2010). Pengaruh Independensi,
Kompetensi, dan Sensitivitas Etika Profesi Terhadap Produktivitas Kerja Auditor
Eksternal (Studi Kasus Pada Auditor Perwakilan Bpk Ri Provinsi Bali). Bali.
Ashari, Ruslan. (2011). Pengaruh Keahlian,
Independensi, dan Etika Terhadap Kualitas Auditor Pada Inspektorat Provinsi
Maluku Utara. Skripsi. Maluku Utara.
Hidayat , Hairul (2010),
Analisis Pengaruh Antara Dilema Intensitas Moral, Penilaian Etis Dan Niat Berperilaku
Etis Di Kalangan Calon Auditor. Skripsi. Surabaya.
http://atchokers.blogspot.com/2012/11/kasus-enron.html.
Diakses pada Tanggal 07 November 2012
http://divlaa.multiply.com/journal/item/21/Auditing-etika-profesi.
Diakses pada Tanggal 16 November 2012.
http://xsaelicia.blogspot.com/2012/11/etika-dalam-auditing.html. Diakses
pada Tanggal 16 November 2012.
Kerraf, Sonny.
(1998). Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta.
Mayeni, Yeni Indra.
(2011). Pengaruh Etika Profesi Auditor Dalam Pengambilan Keputusan. Skripsi.
Surabaya
Mulyadi. (2002). Auditing. Buku 1. Edisi Keenam. Salemba
Empat. Jakarta.
1 komentar:
Bagus sekali blognya. sangat membatu.
Posting Komentar