PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21
Pajak penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak
orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh pasal 21.
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri.
Pembayaran PPh ini
dilakukan pada tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu.
Pihak yang wajib meakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh pasal 21
adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dan pension, badan, perusahaan
dan penyelenggara kegiatan.
PEMOTONG
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pemotong PPh pasal 21
adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000
dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong
PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
a.
Pemberi kerja yang terdiri dari orang
pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang
membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b.
Bendahara atau pemegang kas pemerintah
termasuk bendahara atau pemegang kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
c.
Dana pensiun, badan penyelenggara
jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun
dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d.
Orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar :
1)
Honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya
sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
2)
Honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang
pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
3)
Honorarium atau imbalan lain kepada
peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
4)
Penyelenggara kegiatan, termasuk badan
pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang
pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak
orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja
yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah :
1)
Kantor Perwakilan Negara Asing.
2)
Organisasi – organisasi internasional
sebagaimana di maksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak
Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
3)
Pemberi kerja orang pribadi yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata – mata mempekerjakan
orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam
rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4)
Dalam hal organisasi internasional
tidak memenuhi kebutuhan tersebut,organisasi internasional dimaksud merupakan
pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak.
HAK DAN
KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK
Hak Pemotong
Pajak
Hak – hak pemotong PPh Pasal 21
adalah:
1)
Pemotong pajak berhak atas kelebihan
jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang
terutang dalam 1 tahun takwim lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 telah disetor untuk bulan pada waktu
dilakukan perhitungan tahunan.
2)
Pemotong pajak berhak mengajukan
permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
(SPT) PPh Pasal 21. Permohonan dilanjutkan secara tertulis selambat – lambatnya
tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang telah
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai
perhitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan
pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.
3)
Pemotong pajak dapat mengajukan
keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan permohonan banding kepada badan
peradilan pajak.
Kewajiban
Pemotong Pajak
Kewajiban pemotong PPh Pasal 21 adalah
:
1)
Setiap pemotong pajak wajib
mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
2)
Pemotong pajak mengambil sendiri
formulir – formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban
perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
3)
Pemotong pajak wajib menghitung,
memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
4)
Pemotong pajak wajib melaporkan
penyetoran PPh Pasal 21 tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat
– lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
5)
Pemotong pajak wajib memberikan bukti
pemotongan PPh pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya
pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap.
6)
Pemotong pajak wajib memberikan bukti
pemotongan PPh pasal 21 kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan
dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
waktu 2 bulan setelah tahun pajak berakhir.
PENERIMA
PENGHASILAN (WAJIB PAJAK PPh PASAL 21)
Penerima penghasilan yang
dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan
:
1)
Pegawai.
2)
Penerima uang pesangon, pensiun atau
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli
warisnya.
3)
Bukan pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
TIDAK
TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21
Tidak termasuk dalam
pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:
1)
Pejabat perwakilan diplomatic dan
konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2)
Pejabat perwakilan organisasi
internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan,
yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
HAK DAN
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Hak Wajib
Pajak
Hak – hak Wajib Pajak adalah:
1)
Wajib pajak berhak meminta bukti
pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pemotong Pajak.
2)
Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal
pajak, jika PPh Pasal 21 yang dipotong
oleh Pemotong Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3)
Wajib Pajak berhak mengajukan
permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai
keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban
Wajib Pajak
Kewajiban Wajib Pajak adalah:
a)
Wajib Pajak (penerima penghasilan)
wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak, yang menyatakan
jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan pengurangan
berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib pajak berkewajiban untuk
menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada :
1)
Pemotong Pajak kantor cabang baru
dalam hal yang bersangkutan dipindahtugaskan.
2)
Pemotong Pajak tempat kerja yang baru
dalam hal yang bersangkutan pindah kerja.
3)
Pemotong Pajak dana pension dalam hal
yang bersangkutan mulai menerima pensiun dalam tahun berjalan.
b)
Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, jika Wajib Pajak mempunyai
penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
PENGHASILAN
YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 (OBJEK PPh PASAL 21)
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah:
1)
Penghasilan yang diterima atau
diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun
tidak teratur;
2)
Penghasilan yang diterima atau
diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya;
3)
Penghasilan sehubungan dengan
pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima
secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua dan pembayaran lain jenis;
4)
Penghasilan pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5)
Imbalan kepada bukan pegawai, antara
lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan yang dilakukan;
6)
Imbalan kepada peserta kegiatan, antara
lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan
nama apapun;
7)
Penerimaan dalam bentuk antara
dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan
oleh:
1)
Bukan Wajib Pajak;
2)
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final; atau
3)
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit)
DIKECUALIKAN
DARI PEMOTONGAN PPh PASAL 21 (BUKAN OBJEK PPh PASAL 21)
Tidak termasuk dalam
pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1)
Pembayaran manfaat atau santunan
asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2)
Penerimaan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau
pemerintah, kecuali penghasilan yang diatur dalam poin 7 “Penghasilan yang
Dipotong PPh Pasal 21”
3)
Iuran pensiun yang dibayarkan kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran
tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara
tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja yang
dibayar oleh pembayar kerja.
4)
Zakat yang diterima oleh orang pribadi
yang berhak dari badan atau lembaga amal
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah.
5)
Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008
PENGHASILAN
YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL
Beberapa penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 yang bersifat final adalah :
1)
Penghasilan berupa uang pesangon dan
uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, serta Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua,
yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tenaga Kerja.
2)
Penghasilan berupa honorarium, uang
perangsang, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan
imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai
Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari Keuangan
Negara atau Keuangan Daerah, kecuali yang dibayarkan kepadaPegawai Negeri Sipil
golongan II/d ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke
bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.
3)
Honorarium atau komisi yang dibayarkan
kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi. Barang dagangan yang
dimaksud dalam hal ini adalah barang dagangan berupa kosmetik, sabun, pasta
gigi, buku, dan barang-barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
PENGHASILAN
YANG PPh PASAL 21-NYA DITANGGUNG PEMERINTAH
PPh ditanggung pemerintah
terdiri atas :
a)
PPh yang terutang atas penghasilan
teratur atau gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil.
b)
PPh yang terutang atas penghasilan
yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada kontraktor ,konsultan, dan
pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan
yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah.
c)
PPh atas penghasilan pekerja pada
kategori usaha tertentu.
PPh Pasal 21
Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori Usaha Tertentu
PPh pasal 21 ditanggung
Pemerintah diberikan kepada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja yang
berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan diatas
Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp.5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dalam satu tahun. Kategori usaha tertentu tersebut terdiri atas:
a)
Kategori usaha pertanian termasuk
perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan;
b)
Kategori usaha perikanan; dan
c)
Kategori usaha industri pengolahan
Yang rinciannya tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2009 Tentang Pajak Penghasilan
Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada Kategori Usaha
Tertentu.
Contoh
Penghitungan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja pada
Kategori Usaha Tertentu – Pekerja Memiliki NPWP
Contoh 1
Very irawan adalah pekerja tetap pada PT
Majutex. PT Majutex merupakan perusahaan yang bergerak pada kategori usaha
industry dengan klasifikasi lapangan usaha (KLU) 17114. Pada bulan maret 2009
Very irawan memperoleh gaji beserta tunjangan berupa sebesar Rp.5.000.000,00
dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.25.000,00. Very irawan menikah dan
mempunyai anak.
1)
Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang
pada Maret 2009
Penghasilan Bruto sebulan Rp.5.000.000,00
Pengurangan:
-
Biaya Jabatan (5% x Rp5.000.000,00) Rp250.000,00
-
Iuran Pensiun Rp25.000,00 (+)
Rp
275.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp
4.725.000,00
Penghasilan
nero setahun (12 x Rp 4.725.000,00) Rp56.700.000,00
PTKP
setahun:
-
Untuk WP sendiri Rp15.840.000,00
-
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
-
Tambahan tanggungan 2 anak Rp 2.640.000,00
Rp 19.800.000,00 (-)
Penghasilan
kena pajak setahun Rp36.900.000,00
PPh
Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp36.900.000,00 Rp
1.845.000,00
PPh
Pasal 21 terutang sebulan Rp 1.845.000,00 : 12 Rp 153.750,00
2)
Besarnya penghasilan yang diterima
Veri Irawan apabila PPh Pasal 21 tidak ditanggung Pemerintah
Penghasilan bruto sebulan Rp.5.000.000,00
Dikurangi:
-
Iuran pensiun sebulan Rp 25.000,00
-
PPh Pasal 21 terutang sebulan Rp153.750,00
Rp 178.750,00
Besarnya penghasilan yang diterima Rp4.821.250,00
3)
Besarnya penghasilan diterima Veri
Irawan apabila PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah
Besarnya penghasilan
apabila PPh Pasal 21
Tidak di tanggung
Pemerintah Rp4.821.250,00
PPh Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah Rp 153.750,00 (+)
Besarnya penghasilan yang diterima Rp4.975.000,00
PENGHASILAN
YANG TIDAK DIPOTONG PPhPASAL 21 (BUKAN OBJEK PPh PASAL 21)
Tidak termasuk penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 (bukan Objek PPh Pasal 21) adalah :
a)
Pembayaran manfaat atau santunan
asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b)
Penerimaan dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau
Pemerintah (termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
kerja,maupun yang ditanggung oleh Pemerintah), kecuali penghasilan yang
diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya.
c)
Iuran pensiun yang dibayarkan kepada
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran
tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara
tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja yang
dibayar oleh pembayar kerja.
d)
Zakat yang diterima oleh orang pribadi
yang berhak dari badan atau lembaga amal
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah.
e)
Beasiswa yang diperoleh atau diterima
oleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka
mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi, yang tidak mempunyai hubungan istimewa dengan
pemilik, komosaris, direksi, dan pengurus dari Wajib Pajak pemberi kerja.
MENGHITUNG
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
PPh Pasal 21 yang dipotong
oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan sebagai berikut :
PPH
Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
|
Tarif
PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini
digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
a) Tariff
Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Rp0,00 s/d
Rp50.000.000,00
|
5%
|
Di atas Rp50.000.000,00
s/d Rp250.000.000,00
|
15%
|
Di atas Rp250.000.000,00
s/d Rp500.000.000,00
|
25%
|
Di atas Rp500.000.000,00
|
30%
|
b) Tarif
5% (lima persen)
c) Tarif
15% (lima belas persen)
d) Tarif
khusus
Tarif Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tariff yang
ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Dasar Pengenaan dan
Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan
pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut :
a. Penghasilan
Kena Pajak, yang berlaku bagi :
1) Pegawai
Tetap,
2) Penerima
pensiun berskala,
3) Pegawai
tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif
penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi
Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
4) Bukan
pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
b. Jumlah
penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari,
yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan,
upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima
dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga
ratus dua puluh ribu rupiah)
c. 50%
(lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga
ahli yang melakukan pekerjaan bebas
d.
Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku
bagi penerima penghasilan selain penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3.
Jumlah
Penghasilan Bruto.
Jumlah penghasilan bruto
yang diterima atau diperoleh atau di peroleh penerima penghasilan yang di
potong PPh pasal 21 dan/ atau PPh pasal 26 adalah seluruh penghasilan
sebagaimana di maksud dalam pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu
periode atau pada saat dibayarkan .
Penghasilan
Kena Pajak.
Penghasilan kena pajak bagi
masing-masing penerima penghasilan dibedakan sebagai berikut.
a) Bagi
pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi
penghasilan Tidak kena pajak (PTKP).
b) Bagi
pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto di kurangi PTKP
c) Bagi
bukan pegawai, sebesar penghasilan bruto di kurangi PTKP yang di hitung secara
bulanan.
d)
Atas penghasilan dari pegawai tidak
tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak di bayar secara bulanan atau jumlah
kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu
juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah),
TATA CARA
PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
1. Perhitungan
PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala
Perhitungan PPh pasal 21
untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala di bedakan menjadi 2 (dua),
yaitu:
a. Perhitungan
masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh pasal 21 yang terutang
untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa PPh pasal 21, selain
masa pajak desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja
b. Perhitungan
kembali sebagai dasar pengisian form 1721 A1 atau A2 dan masa pemotongan PPh
pasal 21 yang terutang untuk masa pajak desember atau masa pajak dimana pegawai
tetap berhenti bekerja.
1) Bulan
di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun,
2) Bulan
Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi
penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
2. Perhitungan
PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
a. Pegawai
Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang, dan Calon Pegawai yang Menerima
Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan, Uang Saku Harian dan
Mingguan
1. Tentukan
jumlah upah/uang saku harian, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau
diperoleh dalam sehari :
a) Upah/uang
saku mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam seminggu,
b) Upah
satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari,
c) Upah
borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan
borongan.
2. Dalam
hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian belum melebihi
Rp150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan
kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00, maka tidak ada PPh
Pasal 21 yang dipotong.
3. Dalam
hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi
Rp150.000,00, dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam
bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi Rp1.320.000,00, maka PPh Pasal
21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau rata-rata
upah/uang saku harian setelah dikurang Rp150.000,00, dikalikan 5%.
4. Dalam
hal jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulan kalender yang
bersangkutan telah melebihi Rp1.320.000,00 dan kurang dari Rp6.000.000,00, maka
PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar upah/uang saku harian atau
rata-rata upah/uang saku harian setelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.
5. Dalam
hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan
kalender telah melebihi Rp6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan
menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah upah bruto dala
satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang
harus dipotong dalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
b. Pegawai
Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima
Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan:
PPh Pasal 21 dihitung
dengan menerapakan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumalah upah
bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP.
PPh Pasal 21 yang harus
dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
3. Perhitungan
PPh Pasal 21 bagi Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang tidak
merangkap sebagai pegawai tetap, mantan pegawai yang menerima jasa produksi,
tantiem,gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan
peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana
pensiun.
a) Perhitungan
PPh pasal 21 untuk anggota dewan pengawasan dan dewan komisaris yang tidak
merangkap sebagai pegawai tetap PPh pasal 21 di hitung dengan penerapa tarif
pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
kumulatif jumlah
penghasilan bruto yang di terima
atau di peroleh selama satu tahun kalender
b) Perhitungan
PPh pasal 21 bagi mantan pegawai yang menerima penghasilan berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, bonus dan imbalan lain yang bersifat tidak
teratur. PPh pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan tarif pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh atas kumulatif jumlah penghasilan bruto yang di terima atau di
peroleh selama satu tahun kalender.
c) Perhitungan
PPh pasal 21 bagi peserta program pensiun yang masih berstatus sebaga pegawai
yang menarik dan pensiun. Pasal 21 dihitung dengan cara menerapkan tarif pasal
17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
kumulatif jumlah penghasilan bruto yang di terima atau di peroleh selama satu
tahun kalender.
4. Perhitungan
PPh pasal 21 bagi orang pribadi yang berstatus sebagai bukan pegawai
a) Pemotongan
PPh pasal 21 bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
PPh
pasal 21 atas penghasilan yang di bayarkan kepada tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas di hitung dengan cara menerapkan tariff pasal 17 ayat (1) huruf
a untuk PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto yang di bayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender.
b) Pemotongan
PPh pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, selain tenaga ahli,
atas imbalan yang bersifat berkesinambungan
1) bagi
yang telah memiliki NPWP atau menerima penghasilan dari pemotong pajak yang
bersangkutan.PPh pasal 21 di hitung dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh Atas jumlah kumulatif
penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan kena pajak adalah Sebesar
penghasilan bruto di kurangi PTKP per bulan
2) bagi
yang tidak memiliki NPWP atau menerima penghasilan dari selain pemotongan pajak
yang bersangkutan PPh pasal 21 di hitung dengan menerapkan tariff pasal 17 ayat
(1) huruf a UU PPh. Atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun
kalender yang bersangkutan.
c) Pemotongan
PPh pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, selain tenaga
ahli,atas imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan PPh pasal 21 di hitung
dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto.
5. Perhitungan
PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
PPh pasal 21 di hitung
dengan menerapkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak di
pecah, yang di terima oleh peserta kegiatan.
6. Perhitungan
PPh pasal 26 bagi orang pribadi yang berstatus sebagai subjek pajak luar
negeri.
a) Dasar
pengenaan PPh pasal 26 adalah dari jumlah penghasilan bruto
b) Di
kenakan tariff PPh pasal 26 sebesar 20% dengan memperhatikan ketentuan yang di
atur dalam perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang
pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri dari Negara
yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.
CONTOH
PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21
1. Penghitungan
pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai tetap
Contoh 1.1. Pegawai Tetap
dengan Gaji Bulanan
Tommy Hakim bekerja pada
Universitas Nusantara dengan memperoleh gaji sebulan berupa gaji pokok
Rp3.500.000,00, tunjangan structural Rp4.000.000,00, tunjangan profesi
Rp3.500.000,00. Tommy Hakim membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Tommy
menikah tapi belum mempunyai anak.
Penghitungan PPh Pasal 21
adalah :
Gaji
pokok sebulan Rp
3.500.000,00
Tunjangan
structural sebulan Rp
4.000.000,00
Tunjangan
profesi sebulan Rp
3.500.000,00
Total
penghasilan bruto sebulan Rp11.000.000,00
Pengurangan
:
1. Biaya
jabatan (5% x Rp 11.000.000,00)
= Rp550.000,00, maks
diperbolehkan Rp 500.000,00
2.
Iuran pensiun Rp 100.000,00
Rp 600.000,00
Penghasilan
neto sebulan Rp10.400.000,00
Penghasila
neto setahun : 12 x Rp10.400.000,00 Rp
124.800.000,00
PTKP
setahun (K/-) :
-
Untuk Wajib Pajak sendiri Rp 15.840.000,00
-
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan
Kena pajak Setahun Rp
107.640.000,00
PPh
Pasal 21 terutang :
-
5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
-
15% x Rp 57.640.000,00 Rp 8.646.000,00
Rp11.146.000,00
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 11.146.000,00 : 12 = Rp 928.833,00
TEKNIK
PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT PPh PASAL 21/26
Beberapa
formulir yang di gunakan dalam administrasi Pajak Penghasilan Pasal 21/26
terdiri atas bukti pemotongan PPh pasal 21,daftar bukti pemotongan PPh pasal
21/26, SPT masa PPh pasal 21/26, dan Surat Setoran Pajak (SSP), dan lain-lain.
1)
Bentuk dan isi SPT
SPT masa PPh 21/26 di jelaskan sebagai berikut
No
|
Kode formulir
|
Nama formulir
|
Keterangan
|
1
|
1721
|
SPT
masa PPh pasal 21 dan/ atau pasal 26
|
Di
buat setiap bulan dengan diisi data bulan yang bersangkutan. Kecuali untuk
bulan desember pada kolom-kolom tertentu diisi dengan jumlah akumulasi selama
setahun.
|
2
|
1721-I
|
Daftar
bukti pemotongan PPh pasal 21 dan/atau pasal 26 pegawai tetap dan penerima
pensiun berkala
|
Wajib
di sampaikan hanya pada masa pajak desember
|
3
|
1721-II
|
Daftar
perubahan pegawai tetap
|
Wajib
di sampaikan hanya pada saat ada pegawai tetap yang msuk dan/atau ada pegawai
yang baru memiliki NPWP.
|
4
|
1721-T
|
Daftar
pegawai tetap/ penerima pensiun berkala
|
Wajib
dilampirkan pada saat pertama kali wajib pajak berkewajiban untuk
menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26
|
2)
Mekanisme pemungutan PPh pasal 21/26
Kewajiban pemotong pajak
dalam menghitung,memotong,menyetor,dan melaporkan PPh pasal 21/26 adalah :
a)
Pemotongan pajak setelah pajak wajib
menyetorkan pajak tersebut ke Bank persepsi,Kas Negara,atau kantor pos dengan
menggunakan surat setoran pajak (SSP) selambat-lambatnya pada tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya.
b)
Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran
tersebut ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan
menggunakan surat pemberitahuan (SPT) masa selambat-lambatnya pada tanggal 20
bulan takwim berikutnya.
c)
Pemotong pajak (bendaharawan) wajib
memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 baik di minta maupun tidak pada saat
di lakukanya pemotongan pajak pada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap,
penerima pensiun, penerima THT, penerima pesangon dan penerima dan pensiun,
iuran pasti.
d)
Pemotongan pajak wajib memberikan
bukti pemotongan PPh pasal 21 tahunan(1721 A1 bagi pegawai tetap atau penerima
pensiun atau tunjangan hari tua/ tabungan hari tua/jaminan hari tua dan 1721 A2
bagi pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia pejabat Negara
dan pensiunanya).
e)
Pemotongan pajak (bendaharawan)
setelah tahun takwim berakhir berkewajiban melaporkan seluruh penghasilan bruto
dan PPh yang terutang/dibayar dalam SPT Masa PPh pasal 21/26 (1721 dan 1721-I) bulan desember
tahun yang bersangkutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar